ENJOY THIS BLOG ! :D

Hilang (Sepatu yang Tertukar I)

Minggu, 28 November 2010

Siapa sih yang senang merasa kehilangan? terutama benda berharga atau apapun yang terlihat bernilai di mata kita. Gak ada kan?
nah, tulisan ini saya posting karena belakangan ini saya sering sekali menemukan kasus kehilangan, mulai dari hal-hal kecil sampai masalah yang cukup kompleks.
Seminggu yang lalu, seperti pada postingan saya sebelumnya, saya sempat kehilangan sepatu (tepatnya tertukar, tapi tetap saja saya tak mendapatkan milik saya sendiri) di musholla fakultas. perasaan saya waktu itu: galau, nyesek, sedih, mw marah gk tau k siapa, kesel, dan perasaan lain yang campur aduk gak jelas, karena saya sayang bgt sama sepatu itu (sedekil2 apapun).
tapi saya bisa apa? cuma bisa mendengar nasehat teman-teman utk bersabar, tetap semangat, rejeki gk kemana katanya, lapangkan dada. Saya dengar itu semua, tapi ternyata saya belum cukup dewasa untuk memahami makna tiap kata itu dan menanamkannya dalam hati. Perasaan saya tetap berontak, walaupun itu cuma sepatu (tapi ingat posisinya, sebagai sesuatu yg saya sayangkan). Bagaimanapun juga, saya tetap "berusaha" ikhlas.

Tapi, siapa sangka, saya tak perlu sampai tidak bisa tidur karena tak dpt membawa sepatu itu kembali ke kosan. Sepatu itu kembali lagi tepat di tempat saya kehilangannya, seolah ditarik oleh tali tak kelihatan. Alhamdulillah, senangnya bukan main.. :)




Kemudian, tiga hari yang lalu, saya kehilangan buku laporan. Laporan itu saya buat dengan segenap hati, melebihi laporan biasanya. untuk itu saya berharap mendapat nilai yg lebih baik tentunya. Tapi kemudian hilang, sampai saya benar-benar kehilangan mood di kampus. Lagi-lagi jangan lihat bendanya, tapi lihat posisinya, sebagai sesuatu yang benar-benar saya tunggu dan saya harapkan. Saat itu saya merasa galau tak berkesudahan. Seperti biasa, teman2 menasehati ini itu, tapi lagi-lagi saya belum bisa benar benar menancapkan pesan itu di hati saya.
hemm.. alhamdulillah, sesampainya di kosan tau tau buku itu sudah menyambut saya di rak buku. Seandainya buku itu bisa saya marahi, mungkin saya sudah memperingatkannya untuk memberitahu kalau mau jalan-jalan agar saya tidak panik seperti itu. 

yah, hanya hal-hal kecil dan berakhir bahagia.

Lalu, bagaimana dengan teman-teman saya?

sehari sebelum saya kehilangan laporan, seorang teman saya kehilangan handphone-nya di kantin kampus. saya tau, benda itu pasti sangat berharga. tapi saya masih bisa melihat teman saya menyunggingkan sedikit senyumnya dan berkata "sudahlah, mau di apain lagi. udah ilang". saya sedikit bingung di sini. bandingkan dengan pengalaman saya sebelumnya. saya yang terlalu berlebihan atau memang teman saya yang mudah meng-ikhlaskan? Dan saya sadar, saya belum terlalu dewasa untuk menyikapi perasaan kehilangan.

Kemudian, tadi pagi saya dapat kabar bahwa seorang teman saya yang lain juga kehilangan handphone di kontrakannya. Sempat bertemu dengannya pagi ini, dan saya bisa melihat sedikit cairan bening di sudut matanya. Sedih, saya bisa merasakan itu. tapi yang saya lihat, dia masih bisa bercanda tawa dengan teman-teman yang lain. entah untuk melupakan masalahnya atau sekedar menutupi agar masalah itu tidak di ungkit lagi dan membuatnya ingat kembali. Barangkali dia juga punya alasan sendiri yang tidak bisa saya pahami. Lagi-lagi saya tidak habis pikir, bagaimana cara orang-orang ini menyikapi kehilangan.


Terakhir (dan semoga tidak ada lagi), malam ini saya di kabari bahwa teman saya yang lain kehilangan dompet. Dompet itu terakhir kali di buka tadi siang, dan ia tak tahu pasti kapan dompet itu raib dari tangannya. Di dalam dompet itu ada kartu-kartu berharga dan sejumlah uang tentunya. di tambah lagi, tadi pagi ia baru saja mendapat sedikit rezeki, voucher makan di sebuah tempat makan dan voucher itu tersimpan di dompetnya. Ia juga baru dikirimi tambahan biaya dari orang tuanya. Sungguh, saya tidak bisa membayangkan bila saya mengalami hal yang sama. Miris. Rasanya perasaan kehilangan saya belum seberapa, tidak ada apa-apanya. 

Itulah yang terjadi. Banyak hal yang dapat saya pelajari dari kejadian-kejadian ini. Saya dituntut untuk berpikir lebih dewasa lagi. "Karena dewasa adalah sebuah pilihan, sementara menjadi tua adalah sesuatu yang pasti akan kita alami", begitu pesan seorang teman yang saya ingat sekali.

Tapi tidak mudah untuk menjadi dewasa. Mungkin saya bisa bersikap tenang saat keadaan stabil atau dalam masalah masalah tertentu yang saya yakini penyelesaiannya. Tapi tidak dalam banyak hal. saya akui, sifat kekanakan ini masih sering muncul, diluar kemauan saya. Bahkan terkadang membuat orang lain terkena imbasnya, walaupun saya sama sekali tidak bermaksud begitu. Untuk itu, saya berharap bila sifat itu muncul ingatkanlah saya untuk mengatasinya dengan kedewasaan.  Karena sifat ini bisa muncul tiba-tiba, layaknya werewolf yang sewaktu-waktu bisa berubah saat melihat bulan purnama. Tapi saya yakin, suatu saat nanti, saya bisa menjadi lebih baik dari ini. Dan kalaupun saya harus mengalami suatu kehilangan, saya akan bisa menyikapinya dengan lebih baik.



:)


2 komentar:

ade_damay mengatakan...

....sa semua itu hanya titipan Allah swt, sa harus belajar tenang dan gak panikan..

Lisa Silvia mengatakan...

oke2.. :)
wa.. seneng ada yg komen..
ade pertamax....!!!

follow ak la.. :D

Posting Komentar

dikomen dulu bisa kali :D

-Thanks for visit-

Powered By Blogger