ENJOY THIS BLOG ! :D

Plis ! Jangan Galau (lagi) Ya

Jumat, 01 Maret 2013

"Harusnya semua laki-laki di muka bumi ini mengerti, betapa mahalnya harga sebuah ketidakpastian. Apalagi bagi makhluk yang bernama perempuan. Kepastian tidak sesederhana iya atau tidak. Dalam bahasa keputusan, kepastian adalah salah satu sinonim dari keberanian. Tentu saja aku tak mau hidup menggenap dengan orang yang tidak bisa memberi kepastian, dan tak terbayangkan betapa repotnya menghabiskan lebih dari separuh hidup bersama orang yang tak punya keberanian. Maka dia, laki-laki sebelum kamu yang berproses untuk menggenapiku itu, langsung ter-eliminasi dari pilihanku. Aku lebih memilih meninggalkan ketidakpastian dan segera berlari menuju kepastian. Walaupun untuk itu, aku harus menempuh jarak yang cukup jauh. Aku tak mau terjebak dalam permainan logika yang bernama asumsi, sedangkan sebagian besar asumsi adalah salah. Aku juga tak begitu mengerti kondisi laki-laki sebelum kamu itu dengan menunda-nunda, yang aku tahu; cara terbaik untuk menghadapi ketidakpastian adalah dengan memastikannya. Bukan dengan asumsi, bukan juga dengan harapan semoga begini atau andaikata begitu. Dan kepastiannya, aku memutuskan untuk tidak.

Tidak sebentar, cukup lama aku berada di 'ruang tunggu', sampai Tuhan mengirimkan seorang kamu untuk menggenapiku. Ah, perempuan memang tak kenal kata sebentar perihal menunggu jodohnya tiba. Bagi perempuan menunggu jodoh memang selalu lama. Karena itu bukan hanya masalah waktu, tapi juga tentang perasaan. Bukan waktunya yang lama, tapi rasanya yang lama. Dan sebagian besar perasaan, memang seringkali merepotkan. Padahal sederhananya, menunggu hanyalah tentang keyakinan; keyakinan bahwa setiap orang punya saat yang paling tepat, bahwa setiap orang punya waktu terbaiknya masing-masing, bahwa Tuhan selalu punya maksud dan itu pasti baik. Sedangkan bagi yang tidak yakin? Selamat menderita di 'ruang tunggu'."

NAH ! Potongan tulisan di atas dikutip dari catatan Kak Nazrul Anwar, genap-15 [diorama #173]. Yah, sejujurnya butuh energi ekstra untuk bikin postingan ini, karena urusannya sama perasaan. Saya bukan orang yang mudah membicarakan perasaan. Terlalu njelimet. Kadang terasa konyol (ini perasaan gue doang kali ya). Seringnya sih sok sok selow. Sok sok ga tau apa-apa. Menghindar. Apalagi sama yang papapasti. Makanya setiap ada urusan beginian, ibaratnya rumput baru numbuh ya langsung dicabut. Masalahnya kadang ga dicabut sampe ke akar, dan baru nyadarnya belakangan. Pengennya sih ga kejadian yang kaya' begini nih :

sumber: 9gag-Same Old Story

Jadi, ada hal apakah, saya bikin postingan ini? Well, sedikit merasa kekanakan, dengan bersikap seolah ga tau, seolah ga sadar. Bikin cape' juga. Nyatanya bisa dibilang naluri perempuan saya agak sibuk belakangan ini. Banyak kerjanya. Secara fans gue rada banyak *preeeeet hahaha. Saya perempuan, juga punya perasaan, dan ini normal. Sepenuhnya normal. Yah, ga tau termasuk asumsi atau bukan, pembenaran atau bukan. Karena sekuat apapun saya menghindar dari kejaran fans yang menurut saya asumsi, kadang ada semacam fakta (setidaknya jika memang benar fakta < --- nah ini asumsi bukan? haha) yang meningkatkan level si asumsi menjadi kebenaran. Ribet kan? Makanya agak agak gimana gitu kalo ngomongin perasaan. Dan pemikiran tentang kedewasaan membawa saya pada sebuah keputusan : hadapi, bukan dihindari. Maka jadilah saya menguatkan diri untuk bicara tentang perasaan, untuk dihadapi, bukan menghindari si perasaan itu sendiri. ah elah prolog aja segini panjangnya yak.

Kembali ke tulisan di atas. Sebelumnya saya harap semoga ga ada yang hidungnya kembang kempis atau sok sok ge-er baca postingan ini halah, hahaha. Pertama, saya salut sama penulisnya, yang entah bagaimana caranya bisa mengerti jalan pikiran perempuan. Jujur saja saya sependapat dengan tulisan tersebut. Hal ini juga yang membuat saya bersikap seolah perasaan adalah hal yang absurd, setidaknya untuk saat ini, ketika memang belum waktunya. Untuk mencegah terseret dalam pusaran asumsi yang penuh ketidakpastian, biar ga kepikiran. Bukan dengan maksud membingungkan pihak-pihak tertentu. lah gue sendiri juga bingung ini, hahaha 

Pada akhirnya, ketika merasa perlu berpikir logis dan berhubungan dengan keyakinan, saya berkesimpulan pada sebuah pemikiran : Tuhan sudah menggariskan semuanya, s.e.m.u.a.n.y.a. Yang kita sebut sebagai takdir. Dengan siapa, kapan waktunya, pasti yang terbaik. Pada akhirnya pun berlaku seleksi alam. Yang mampu yang bertahan, selebihnya tumbang. Ter-eleminasi. Saya pikir begitulah takdir bekerja. Yang bukan takdir, Tuhan selalu punya kuasa untuk menghalanginya. Artinya tidak akan baik bila dipaksakan. Sementara yang memang takdir, Tuhan selalu punya kuasa penuh untuk menjadikannya, insyaAllah dengan kepastian, insyaAllah memang baik. Selalu ada jalan. Kun Fayakun. Jadi, apalagi yang dirisaukan? *ngaca. Ga perlu menderita di 'ruang tunggu'Yah, seengganya saya ga sendirian. Di luar sana pasti banyak yang risau, gundah gulana sama urusan beginian. Udah gede kan? NGAKU AJA!! Makanya, pemikiran ini harus benar-benar dipahami, diresapi, biar ga terjebak dalam -yang istilahnya anak muda jaman sekarang- kegalauan.

Dewasa artinya tidak berpura-pura tak ada masalah, tapi sepenuhnya sadar dan tahu bagaimana menghadapinya. Yah, mungkin nanti di luar sana saya di cie-in abis-abisan karena postingan ini. Terserah. Yang penting saya sepenuhnya sadar, kalo masalah macam ini memang ada, selalu ada, ditengah-tengah kita. Jadi plis, jangan galau lagi ya.

"Jadi, bagaimana kita tahu, kita ini jodoh atau bukan?"
"Yah, lihat saja nanti. Jawaban itu bernama takdir. Kita tak pernah tahu bagaimana akhirnya, bila tak mengikuti jalan ceritanya. Ya, kan?"

Udah ah. Mau ngebaso dulu.
Sekian.

0 komentar:

Posting Komentar

dikomen dulu bisa kali :D

-Thanks for visit-

Powered By Blogger